Mengubur Dalam-Dalam Ide Feminisme
Sumber gambar: ardhanaryinstitute.org
Mengubur Dalam-Dalam Ide Feminisme
Oleh : Yuni Auliana Putri, S.Si
(Praktisi Pendidikan di Malang)
Bulan Maret hingga April ini memang
menjadi bulan yang sering digunakan oleh kalangan feminis untuk membahas serta
menyerukan ide-ide mereka. Seperti tengah berada di medan peperangan,
peluru-peluru ide feminis mereka tembakkan ke segala arah dan lapisan
masyarakat. Di bulan Maret dunia internasional mengakui adanya Hari Perempuan
Internasional sedangkan di bulan April mereka gunakan momen kelahiran Ibu
Kartini yang menurut mereka sebagai pejuang feminis.
Mengapa Ada
Feminis?
Gerakan
feminisme memang sagat erat kaitannya dengan perubahan sosial yang di terjadi
di Eropa. Bangkitnya gerakan perubahan di Eropa juga berkaitan dengan kelahiran
Renaissance di Italia yang kemudian memicu masyarakat untuk menuntut
pembebasan pemikiran, akal, perilaku dari pemasungan intelektual gereja.
Kesadaran inilah yang juga menjadi cikal bakal kaum perempuan bangkit untuk
memperjuangkan hak-haknya. Mereka (perempuan di Barat) mengalami penghinaan,
diskriminasi, marjinalisasi, pelecehan seksual dari laki-laki baik di keluarga
maupun masyarakat dan gereja ketika itu.
Pada tahun 1840 M di Inggris seorang
suami memiliki hak untuk mengurung serta
menghalangi kebebasannya selama kurun waktu yang tidak terbatas. Pada tahun
1857 M perempuan baru bisa dapat menyimpang penghasilannya dan memiliki hak
waris bagi wanita yang bercerai .
Salah satunya reaksi atas
beragamnya ketidakadilan yang dialami
oleh perempuan di Eropa yaitu dengan kemunculan tulisan Mary Wollstronecraft di
Inggris dalam bukunya yang berjudul “A Vindication of the Right of Women”. Di
Amerika gerakan feminisme mulaibangkit kembali pada tahun 1963 M ketika Betty
Friedan yang merupakan seorang feminisme
Yahudi-Amerika menerbitkan bukunya yang berjudul “The Feminine Mystique”.
Pemikiran dia dapat mengejutkan masyarakat dan membawa kesadaran baru bahwa
posisi perempuan Amerika selama ini
tidak diuntungkan. Prof. Will Durant seorang Penulis, Sejarawan, dan Filsuf
Amerika pun menyatakan,
“Di
Roma, hanya kaum lelaki saja yang memiliki hak-hak di depan hukum pada
masa-masa awal negara Republik. Kaum lelaki saja yang berhak untuk membeli,
memiliki atau menjual sesuatu, atau membuat perjanjian bisnis. Bahkan mas kawin
istrinya, menjadi miliknya pribadi. Apabila istrinya dituduh melakukan suatu
tindak kejahatan, ia sendiri yang berhak menghakiminya. Ia berhak menjatuhkan
hukuman bagi istrinya, mulai dari mengutuk sampai menghukum mati bagi tindakan
perselingkuhan atau tindak pencurian yang dilakukan istrinya. Terhadap anak-anaknya, kaum lelaki
memiliki kekuasaan mutlak untuk menghidupinya, atau membunuhnya, atau
menjualnya sebagai budak. Proses kelahiran menjadi suatu perkara yang
mendebarkan di Roma. Jika anak yang dilahirkan cacat atau berjenis kelamin
perempuan, sang ayah diperbolehkan oleh adat untuk membunuhnya.”
Begitulah latar belakang munculnya
ide ini. Pahitnya perlakuan, ganasnya tindakan yang dialami oleh kaum perempuan
menghentak kesadaran kaum perempuan untuk bangkit dari keterpurukan yang
dialaminya selama ini. Jelas, perlakuan buruk terhadap kaum perempuan ini
terjadi pada masa-masa peradaban dunia yang kelam atau “dark age” atau
bahkan juga dialami pada Yunani Kuno, Romawi Kuno, Arab pra-Islam.
Membongkar
Strategi Feminis
Sebagai sebuah ide yang telah banyak
diemban, baik oleh para pejuangnya di Barat ataupun juga di negeri ini, maka
merekapun dengan massif menyebarkannya melalui berbagai strategi, diantaranya
yaitu :
1.
Menyelipkan nilai-nilai feminisme ke dalam ajaran Islam
Dengan membawa semangat kesetaraan
berbalut nilai Islam mereka berusaha menarik simpati kaum muslimah dan
menyerukan bahwa “feminisme tidak bertentangan dengan Islam” atau “Islam dan
feminisme memiliki semangat yang sama” sehingga beberapa kalangan menyebutnya
dengan “Feminisme Islam”. Salah satu cara untuk mematahkan slogan-slogan
tersebut dapat menggunakan analogi
misalnya, “Manusia memiliki tangan, monyet pun memiliki tangan. Jika
keduanya sama-sama memiliki tangan, apakah manusia dapat disamakan dengan
monyet?”. Feminisme mengajarkan persamaan derajat, Islam pun demikian.
Lantas, apakah Islam dapat disamakan dengan feminisme?. Penyampaian ini juga
harus tetap dikuatkan dengan memaparkan konsep yang batil dari paham feminis
ini.
2.
Reinterpretasi dan dekontruksi terhadap penafsiran Al-Qur’an
Bukan hanya menyelipkan semangat
feminisme dengan semangat Islam, mereka bahkan menuntut reinterpretasi dan
dekontruksi terhadap penafsiran Al-Qur’an. Mereka mengganggap penafsiran selama
ini tidak adil bagi perempuan, ketinggalan zaman dan tidak cocok dengan
tuntutan dunia modern. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Aminah Wadud
yang menyeru perempuan untuk membaca Al-Qur’an dengan cara baru dari perspektif
feminin dengan dalih membela hak-hak perempuan. Tidakan tidak masuk akal yang
dilakukannya dengan menjadi Imam Sholat untuk ma’mum laki-laki dan perempuan di
Amerika. Tidak hanya itu, dengan membawa statement “Islam tidak bertentangan”
dengan kebebasan berpikir dan tidak mengharamkan ide maka tidak memaksa
perempuan untuk menggunakan hijab.
Tidak cukup sampai disitu saja,
mereka pun berusaha mengajukan penafsiran baru mengenai kebolehan perempuan
menjadi pemimpin negara. Dengan dalih “Penafsiran Al-Qur’an memerlukan
penyesuain dengan kondisi zaman” mereka mengganggap aturan yang melarang
perempuan menjadi kepala negara hanya cocok di zaman Rasulullah saja sedangkan
saat ini sudah tidak cocok lagi. Contoh
lainnya, digunakan ayat “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah
yang paling bertakwa.” (TQS. Al-Hujurat ayat 13). Mereka menafsirkan mengenai
ayat tersebut bahwa ayat itu menjadi
bukti Al-Qur’an mendukung kesetaraan, maka laki-laki dan perempuan berhak
mendapat porsi warisan yang sama. Penafsiran ini juga digunakan untuk
kesetaraan hak kesaksian, hak kepemimpinan dan hak talak. Na’udzubillah.
Munculnya
tokoh-tokoh kontroversional ini justru dari kalangan umat islam itu sendiri,
misalnya juga seperti Adnan Oktar atau yang dikenal dengan Harun yahya yang
turun menyuarakan paham feminisme dengan membawa nilai islam. Mereka terang-terangan membela
dan bahkan turut menyuarakan ide-ide kaum feminis. Kondisi ini mengingatkan
kita akan taktik yang juga dilakukan oleh Mustafa Kemal At-Tatruk yang menjadi
musuh dalam tubuh kaum muslimin itu sendiri. Mereka memiliki pola yang sama
meski dengan aktor yang berbeda.
3.
Pembuatan Undang-Undang
Strategi
ketiga ini yang membuat nila-nilai feminisme makin kokoh. Tatkala pemikiran
mereka tertuang dalam sebuah Undang-Undang maka semua lapisan masyarakat mau
tidak mau harus mengikuti nilai-nilai ini. Taktik yang biasanya dilakkukan
adalah dengan menarik simpati banyak pihak bahwa mereka sedang membela kaum
perempuan. Bermain dengan diksi “perempuan menjadi korban”, “adanya kekerasan seksual”, “kebebasan
berekspresi wanita” dsb. Misalnya seperti yang disampaikan oleh salah satu
aktifis Women Crisis Center Jember “adanya data korban kekerasan seksual yang
meningkat dari tahun 2001-20019 Yang melatarbelakangi diajukkannya RUU P-KS,
sehingga ketika RUU tersebut masuk prolegnas, menjadi angin segar bagi kaum
perempuan.”
Mengubur
Ide Feminisme
Sungguh
sangat jelas bahwa ide ini merupakan ide yang batil. Ide yang menuntut
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan tak dapat diterima. Ide ini berdampak
buruk dan bahkan menyebabkan perempuan tidak menerima fitrahnya. Bahkan, mereka
enggan untuk berkeluarga dan lebih memilih untuk menjadi wanita karir. Mereka
pun lebih menyukai berhubungan bebas tanpa adanya ikatan pernikahan, karena
mereka mengganggap memiliki keluarga dan anak bisa memasung kebebasan mereka
dan aktualisasi dirinya. Hal ini jelas sangat berbahaya. Ide ini justru dapat
merusak tatanan masyarakat, seks bebas, HIV/AIDS dan juga kehancuran keluarga.
Inilah alasan pertama kita harus mengubur ide ini.
Kesetaraan yang diusung oleh
feminisme berawal dari konsep patriarki yang mereka tentang. Mereka pun
mengganggap bahwa budaya patriarki yang berasal dari agama inilah yang
menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Padahal kesimpulan ini
sangat menunjukkan kebencian terhadap syariat. Ketika kita mau menelisik dengan
saksama, kapitalisme telah menjadikan perempuan sebagai faktor produksi yang
melanggengkan ekonomi. Mereka bahkan digaji murah dan berjabatan rendah.
Kebebasan berprilaku juga semakin menyuburkan adanya industri pornografi yang
jelas-jelas mengeksploitasi perempuan dan tidak memuliakan perempuan. Inilah
menjadi alasan kedua kita wajib mengubur ide feminisme.
Feminisme justru menumbuhkan masalah
baru. Ide pemberdayaan perempuan untuk membangun ekonomi keluarga dan bangsa
justru menjadika para perempuan mengerjakan dua peran, pengasuhan dan pencari
nafkah. Dampaknya, para perempuan menjadi mudah stress bahkan depresi. Lebih
jauh lagi, peran mulia seorang perempuan menjadi ibu telah direnggut.
Islam
Solusi Tuntas
ٱلْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ
ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا
"Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu" (Q.S
Al-Maidah ayat 3). Dari ayat ini, Allah SWT telah memberikan jaminan, stempel
bahwa diin ini satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur kehidupan
manusia. Allah SWT Pencipta kita, Allah SWT yang memberikan seperangkat syariat
kepada kita agar manusia dalam hidupnya sesuai denngan apa yang Allah gariskan
yaitu beribadah kepada-Nya. Maka, tidak boleh ada pemahaman "enak ya
jadi laki-laki tdk melahirkan" ataupu sebaliknya "enak ya jadi perempuan gak wajib kerja".
Kita tidak boleh memiliki fikiran
demikian sebagai seorang yang mengimani Allah SWT sebagai Pencipta kita. Baik
laki-laki maupun perempuan, semua punya keutamaannya. Seharusnya, kita terus
berpegang pada firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ
اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13).
Islam
memberikan amanah mulia kepada perempuan sebagai al umm warabatul
bayt. Hal ini tidak boleh disepelekan, karena di tangan kaum
perempuanlah kualitas generasi ditentukan. Tatkala tugas dan kewajibannya
sebagai Ibu dan pengatur umah tangga diabaikan, maka generasi tak akan terdidik
dan terurus dengan baik. Selain itu, Islam tak pernah memberikan pengekangan
dalam perkara –perkara umum dan menjadi kewajiban baik laki-laki maupun
perempuan. Misalnya, menuntut ilmu, mengajar, bekerja dan sebagainya. Islam pun
membolehkan setiap Muslimah bekerja dalam keahliannya semisal, menjadi guru,
dokter, perawat, dosen dan sebagainya. Tentu dengan tidak melalaikan kewajiban
utamanya.
Komentar
Posting Komentar