Ekspresi Cinta Generasi Milenials
sumber gambar: hipwee.com
Ekspresi
Cinta Generasi Milenials
Oleh
: Yuni Auliana Putri
(Aktivis Dakwah dan Mahasiswa Kimia UM)
*Tulisan telah dimuat pada kolom opini Malang Post (12/2/2019)
Cinta, satu kata berjuta makna. Begitu kalimat yang biasa terucap saat seseorang mencoba
mendefinisikan cinta. Perasaan ini memang unik, bikin tidur tak nyenyak, makan
tak enak, kerja tak selesai dan yang lainnya. Atau bahasa kerennya galau
dibuatnya. Perasaan ini bisa dirasakan oleh siapapun juga, tua, muda, pria
maupun wanita semua pernah jatuh cinta. Mengapa demikian, karena cinta
sejatinya hal yang alamiah atau fitrah ada dalam diri manusia. Seperti
alamiahnya semua manusia butuh makan, minum maupun tidur. Akan tetapi bedanya, kebutuhan
jasmani seperti makan, minum dan tidur dengan perasaan cinta yaitu kebutuhan
jasmani jika tidak dipenuhi bisa menimbulkan sakit atau bahkan kematian.
Sedangkan, perasaan cinta ini dalam pemenuhannya tak wajib dipenuhi dan tidak
akan menimbulkan sakit pada fisik atau sampai pada kematian. Itu fitrahnya
suatu naluri yang ada dalam diri manusia.
Namun, realitasnya pemenuhan rasa cinta ini terkadang menimbulkan
suatu masalah. Saat rasa tersebut
dipenuhi dengan cara yang salah. Misal,
ada yang bunuh diri hanya karena diputuskan oleh pacarnya atau bahkan rela
untuk menggadaikan kehormatannya atas nama cinta. Buktinya, berbagai survey
yang telah dilakukan beberapa tahun lalu, menunjukkan bahwa banyak dari remaja
di kota-kota besar di Indonesia sudah tidak perawan lagi. Bahkan di kota Malang
saja pengajuan dispensasi nikah didominasi oleh remaja (dalam kategori dibawah
umur) yang disebabkan karena “Marrried By Accident”. Sebagaimana yang
dilansir dalam malangtimes.com pada tahun 2018 pengajuan dispensasi
nikah ke PA Negeri Malang sebanyak 317 kasus yang didominasi oleh kasus MBA.
Entah ditahun 2019 ini yang baru berjalan 2 bulan sudah berapa kasus yang
terungkap akibat pemenuhan cinta yang salah seperti ini. Inilah fakta yang harus
dihadapi generasi zaman old.
Survey diatas tentu melibatkan tidak hanya satu atau dua orang
saja. Namun, banyak dari responden, sehingga dengan data yang dipaparkan diatas
sangatlah mengerikan membayangkan masa depan generasi selanjutnya. Maka, apa
sejatinya yang menyebabkan hal ini biasa dikalangan generasi milenial? Pertama,
perlu kita fahami bahwa tingkah laku atau perbuatan sebenarnya merupakan hasil
dari pemahamannya. Pemahaman ini dibentuk oleh pemikiran tentang sesuatu, misal
pemikirannya A maka tingkah lakunya juga A. Jika hari ini banyak dari generasi
milenial salah dalam mengekspresikan cinta, ini disebabkan karena pemikirannya
salah dalam memahami rasa cinta yang ada dalam dirinya tsb. Apalagi ditengah
kondisi sistem yang menjunjung tinggi kebebasan, rasa cinta boleh diekspresikan
dengan cara apapun asalkan tidak mengganggu hak orang lain Kedua, kesalahpahaman memaknai
kebahagiaan, kebanyakan orang akan merasa sangat bahagia ketika mendapatkan
materi, uang sebanyak-banyaknya atau kenikmatan secara fisik, kedudukan tinggi,
harta melimpah, rumah mewah dan yang lainnya. Padahal, kenikmatan itu hanya
bersifat sementara dan tak akan bisa kita jadikan bekal menuju akhirat. Ketiga,
kondisi masyarakat yang tak jarang banyak mengajarkan gaya hidup hedonis dan
bahkan hal itulah yang senantiasa dipertontonkan kepada generasi milenial. Sehingga, masayarakat pun tak menyadari bahwa
yang dilakukan kebanyakan oleh milenial adalah suatu hal yang salah dan ini
merupakan suatu bencana yag besar. Faktor aturan yang membebaskan untuk
melakukan tindakan yang salah dalam memenuhi rasa cinta menjadi faktor keempat
yang menjadi penyebab banyaknya kemaksiatan yang terjadi hari ini. Dengan asas
yang diimani pada sistem demokrasi yakni salah satunya kebebasan berperilaku,
maka tak salah jika marak pacaran, remaja yang melakukan hubungan suami-istri
tanpa ikatan yang sah dengan syarat tak mengganggu hak orang lain. Bahkan, jika
sudah kebablasan tinggal dinikahkan. Begitulah fakta hari ini.
Lalu, bagaimana
sejatinya cara yang benar dalam mengekspresikan rasa cinta? Sebelum membahas
caranya seperti apa, tentukan terebih dahulu standar yang akan dijadikan
penentu benar dan salah. Maka, kebenaran ialah ketika sesuai dengan fitrahnya
manusia, akal kita terpuaskan atas standar itu, menenangkan hati. Siapa
sejatinya yang menciptakan fitrah yang ada dalam diri manusia? Tentu pencipta
manusia, Allah SWT jawabannya. Aturan
yang diberikan oleh Allah SWT, mengapa kita wajib taat padanya? Karena tak
mungkin ada sesuatu yang diciptakan, tanpa buku diberikan petunjuk yang
didalamnya memuat aturan penggunaan benda tsb. Maka sama dengan manusia,
manusia pun wajib taat dengan aturan yang diberikan oleh Allah SWT. Terjawablah
secara rasional, mengapa perlu taat. Sehingga, jiwa mana yang tidak akan tenang
jika dia berada pada jalan yang benar? Tak ada. Oleh sebab itu, jelas bahwa
dalam menentukan benar dan salah kita akan kembalikan pada syariat Islam.
Bagaimana syariat Islam mengatur rasa cinta ini? Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (Q.S ar-rum: 21).
Begitulah yang disampaikan Allah SWT dalam Al-Qur’an, bahwa rasa cinta yang dikaruniakan
kepada manusia sebagai sesuatu yang alamiah. Namun bukan berarti, manusia bebas
berekspresi sesuai kehendaknya, ada masanya, caranya dan ada aturannya. Bukan
seperti hewan yang bebas berekspresi saat mereka jatuh cinta. Sehingga, ada dua
kategori manusia mengekspresikan cintanya. Pertama, jika sudah siap, matang dari segi pemikiran mana menikahlah sebagai
satu-satunya cara yang tepat. Kedua, jika
belum siap menikah, maka jangan coba untuk mengumbar cinta, namun diamlah dalam
ketaatan kepada-Nya dan berpuasalah. “Dan Barangsiapa belum mampu, hendaklah
ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya” (H.R al-Bukhari dan
Muslim). Maka, begitulah indahnya syariat Islam dalam mengatur fitrah dalam
diri manusia, tidak mengekang juga tidak membebaskan. Akan tetapi, pengaturan
ini tak akan mampu sempurna jika hanya satu-dua orang yang memahaminya,
penerapan Islam yang sempurna butuh peran Negara yang juga berlandaskan Islam
serta bervisi besar yakni taat didunia, bahagia diakhirat.
Komentar
Posting Komentar