Nestapa Buruh Dalam Cengkeraman Kapitalis
Oleh : Yuni
Auliana Putri (Mahasiswa UM)
*Tulisan telah dimuat dalam kolom surat pembaca retizen.com bulam Mei 2019
1 Mei biasa diperingati sebagai hari buruh. Tahun demi tahun,
setiap tanggal tersebut buruh menyampaikan keluh kesahnya. Tak hanya keluh
kesah namun juga berbagai tuntutan yang telah dijanjikan sebelumnya. Namun, tak
jarang pupus sudah harapan tersebut. Kesejahteraan yang idam-idamkan sejak
dulu, nihil realitas hari ini. Buruh tetap pekerja dengan kerja maksimal bayaran minimal.
Tuntutan yang disampaikan oleh kaum buruh sebenarnya cita-cita
setiap manusia. Mengingikan agar kaum buruh sejahtera, upah memadai, kesehatan
dan kesalamatan terjamin dan sebagainya. Tuntutan ini jelas manusiawi, tak ada
yang menginginkan dirinya sengsara, hidup tak berkecukupan. Namun, mengapa tuntutan tersebut tak kunjung
tercapai?
Di Indonesia, banyak terjadi PHK terhadap kaum buruh, naiknya UMR
di wilayah perkotaan menyebabkan perusahaan melakukan PHK besar-besaran dan beralih
ke wilayah kabupaten dengan UMR yang lebih rendah. UMR yang didapatkan oleh
kaum buruh pastilah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun realitas
kehidupan hari ini semua serba mahal. Pendidikan, kesehatan, harga sembako dan
kebutuhan lainnya yang juga mahal, sehingga sangat wajar buruh menuntut
keadilan bagi dirinya.
Kenaikan gaji sebenarnya harus diimbangi dengan perbaikan di
subsistem lainnya seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Ekonomi
yang cenderung ke arah liberal kapitalis hari ini akan meniscayakan kaum
kapital untuk memiliki berbagai sumber daya alam. SDA yang semestinya dikelola
pemerintah untuk membiayai infrastruktur, pendidikan, kesehatan untuk rakyat.
Justru dijual kepada swasta maupun asing. Tak ada yang mampu menghalangi
kebijakan tersebut karena aturan hari
ini juga menghalalkan hal yang demikian. Sehingga, kesejahteraan buruh akan
terjamin tatkala kita kembali kepada aturan yang benar dan sempurna, aturan yang
bukan atas kepentingan individu apalagi kelompok, yakni aturan Islam.
Komentar
Posting Komentar