Carut Marut Penanganan Pandemi & Kebangkitan Ummat

sumber gambar : okezone.com

Carut Marut Penanganan Pandemi & Kebangkitan Ummat

Oleh: Yuni Auliana Putri, S.Si (Aktivis Dakwah)

            Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit ringan sampai berat seperti commond cold, pilek atau batuk dan penyakit berat seperti MERS dan SARS. Penyebaran virus corona berawal dari Kota Wuhan di China,  yang dugaan kuatnya berasal dari adanya kontak dengan pasar hewan di Huanan. Tak disangka, penyebaran virus yang begitu cepat- meski tingkat kematiannya hanya sekitar 4-5 %- sampai dengan tanggal 15 April lalu sudah menyebar di 181 negara (Tirto.id). Sedangkan, total kasus per 1 Mei  3.302.909 kasus, jumlah korban meninggal 233.765 orang dan jumlah korban yang berhasil sembuh sebanyak 1.038.390.

            Disaat China mencoba  menunjukkan kesombongannya sebagai negara adidaya, adaya virus ini menjadikan mereka kelimpungan dalam menanganinya. Bahkan, negara superpower sekalipun takluk dibuatnya. Virus yang bisa dikatakan setengah makhluk hidup kembali menyadarkan kita Laa Hawlawala Kuwwata illa billah, tiada daya dan kekuatan kecuali hanya Allah SWT yang memilikinya. Dari  3.302. 909 total kasus dunia,  Amerika menjadi negara peringkat pertama dengan  total kasus tertinggi dengan jumlah kematian 63.815 orang disusul negara spanyol dan Italia diurutan 2 dan 3. Kasus yang berawal dari sebuah wabah kini telah ditetapkan sebagai pandemi global karena penyebaranya hampir meliputi 181 negara  dari 200 negara dan wilayah di dunia.

            Negeri ini pun tak luput dari pandemi. Langkah awal yang tak sigap dan siap bahkan cenderung meremehkan dalam menghadapi virus ini akhirnya menimbulkan dampak yang besar hari ini. Berdasarkan jumlah yang dirilis oleh satgas covid,  jumlah korban positif covid-19 per 30 April yaitu 10.118 kasus dan yang meninggal 792 orang sedangkan yang berhasil sembuh 1.522 orang,  belum lagi data ODP dan PDP yang jumlahnya tentu lebih besar lagi. Tak ayal di berbagai kota di Indonesia sudah menerapkan PSBB demi menekan angka penyebaran yang kian hari kian bertambah.

            Jelas, bertambahnya korban virus corona ini salah satunya juga  disebabkan karena kurangnya alat-alat yang dapat melindungi masyarakat, seperti masker. Bahkan, peralatan APD maupun masker bagi tenaga medis yang notabene berada di garda terdepan dalam menyembuhkan dan memeriksa korban sangat kekurangan, hingga mengakali dengan menggunakan jas hujan plastik.  Tak heran, banyak diantara para tenaga medis yang telah gugur di medan perjuangan melawan covid-19 ini.

 

Saat Sistem Kapitalisme  Menangani Pandemi

            Sebelum diumumkan secara resmi oleh pemerintah Indonesia mengenai kasus positif corona. Banyak pihak telah menyampaikan bahwa harusnya sudah ada kasus positif. Seperti yang disampaikan oleh prof  March Lipsitch yang merupakan peneliti Epidemiologi dari Harvad University yang memprediksi corona bisa jadi sudah masuk Indonesia. Pernyataan ini justru dianggap menghina oleh Menteri Kesehatan. Bahkan, kasus positif di negara Jepang, Singapura dan Australia ternyata memiliki riwayat perjalanan ke Indonesia. Namun pemerintah lagi-lagi menyangkalnya. Entah ingin membuat masyarakat tak cemas atau justru menutup-nutupi kasus di negeri ini. Bukannya bersiap siaga dalam menghadapi kemungkinan penyebaran virus, para pejabat justru mengeluarkan cuap-cuap yang menunjukkan kelalaian. Misalnya seperti data dikumpulkan oleh narasi tv, Indonesia kebal dengan corona karena sering makan nasi kucing (guyonan Menteri Perhubungan , 17/2), bisa kebal dengan virius karena sering minum jamu (Ketua BPBN, 24/2).

            Ketidakseriusan ini justru sangat nampak saat pemerintah justru mengajak masyarakat untuk berlibur dan membuka keran pariwisata disaat negara-negara lainnya melakukan upaya lockdown. Bahkan, pemerintah menggelontorkan dana sebesar 72 miliar kepada Influencer untuk mendorong pariwisata. Sebagaimana yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto “Kemudian ada untuk anggaran promosi Rp 103 M dan juga untuk kegiatan turisme sebesar Rp 25 M. Dan Influencer sebanyak Rp 72 M” (Tirto.id/27 Februari 2020). Tak heran, banyak kalangan menilai indonesia telah kehilangan langkah awal yang sangat berharga dalam menekan tersebarnya virus corona.

            Pemerintah yang tergagap dalam menangani pandemi ini sehingga mengleuarkan beragam kebijakan kontroversional seperti darurat sipil yang akhrnya berubah menjadi PSBB, kontroversi mudik dan pulang kampung. Masyarakat pun menjadi korban tergagapnya pemerintah, bantuan sosial yang tak merata bahkan cenderung lamban. Hal ini jelas disebabkan oleh mindset kapitalisme yang saat ini digunakan oleh Indonesia. Pemerintah menangani pandemi ini tidak dilandasi oleh keinginan untuk mengurus 270 juta penduduk Indonesia agar sehat dan terlindungi oleh COVID-19. Sehingga wajar, jika kita jumpai masalah kekurangan APD justru diwarnai dengan ekspor APD, penebaran jaring pengaman sosial hanya sekadar gimmick, para menteri dengan beragam pernyataan kontroversional yang membuat rakyat makin geram dan masih banyak lagi.

            Kondisi carut-marutnya penanganan pandemi bukan hanya terjadi di Indonesia namun juga terjadi di berbagai belahan dunia bahkan negara super power Amerika sekalipun  mengalami kekacauan penanganan pandemi. Rivalnya, China pun juga mengalami mimpi buruk dalam ekonominya, dimana ekonomi China turun sebesar 4 %. Bahkan, berdasarkan Riset Pew Research Center pada bulan Februari lalu menunjukkan posisi Cina jauh di bawah AS dan bahkan di belakang Jepang.

            Pandemi ini juga membuktikan bahwa sistem kapitalisme tak mampu mengatasi krisis. Misalnya, meski disituasi seperti ini, tetap saja keberpihakannya pada pasar. CSIS (Centre for Strategic and International Studies) membiarkan Afrika dan banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah ‘sengaja dibiarkan’ mengalami penyebaran yang terus menerus sampai adanya vaksin.

            Walaupun alokasi kesehatan mereka besar ternyata tetap saja bukan semata untuk rakyat dan mengurusi rakyatnya, namun justru kepada kapitalis baik perusahaan farmasi maupun asuransi. Misalnya alokasi dana di AS yaitu  Dana asuransi kesehatan: 2,1 miliar USD; Dana obat-obatan: 540 juta USD; Dana insentif bagi sejumlah rumah sakit, dokter dan perawat: 800 juta USD; dan Dana peralatan medis: 160 juta USD.

            Sistem politik demokrasi memang memiliki konsep negara hanya sebagai regulator bagi kepentingan korporasi. Selain itu, kesehatan dan nyawa rakyat bagi sistem ini hanyalah objek industrialisasi. Sistem ekonomi dengan mindset pencarian keuntungan sebanyak-banyaknya akhirnya mengeluarkan kebijakan yang memfasilitasi wabah untuk meluas bukan mencegahnya. Dan tidak adanya konsep lockdown  dalam aturan buatan sistem kapitalisme (Peraturan Kesehatan Internasional 2005)

            Sehingga, jelas tergambar kondisi carut-marutnya penanganan pandemi dunia hari ini adalah karena penerapan sistem Kapitalisme yang memang secara konsep batil dan akan menyengsarakan rakyat dan menguntungkan kapitalis saja

 

Sinyal Keruntuhan Kapitalisme

            Saat ini, Kapitalisme tengah menghadapi mimpi buruknya sendiri. Meskipun virus Corona (Covid-19) ini dapat membunuh antara 1 persen hingga 4 persen dari mereka yang terinfeksinya. Namun hal itu akan berdampak terhadap ekonomi yang jauh lebih kompleks daripada yang terjadi pada tahun 1340 M., di mana pada saat itu geopolitik dalam kondisi yang jauh lebih rapuh, dan masyarakat sudah dicekam firasat atas perubahan iklim (aljazeera.com, 3/4/2020). Meskipun, tingkat kematian virus ini hanya bersikar 1-3 % namun pandemi ini diprediksi membawa dampak besar bagi dunia. Penanganan pandemi ala kapitalisme telah membuka topeng-topeng kebaikan yang selama ini di elu-elukan para pejuangnya. Menumbangkan legitimasi Kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang cocok bagi umat manusia. Lambannya mencari solusi, tergagapnya penanganan, pemerintah kapitalis yang berjuang dalam rangka ‘melindungi’ ekonomi baik kekayaan mereka sendiri ataupun kepentingan segelintir orang.

            Dalam sebuah artikel di Wall Street Journal, mantan Menteri Luar Negeri Amerika, Henry Kissinger menyatakan bahwa pandemi Corona akan mengubah tatanan dunia selamanya. “Pandemik telah mendorong anakronisme,” ujar Kissinger. Kissinger menjelaskan bahwa kerusakan yang disebabkan oleh pandemi virus Corona baru mungkin bersifat sementara, akan tetapi kekacauan politik dan ekonomi yang disebabkannya dapat berlanjut selama beberapa generasi. Meskipun kita juga perlu memperhatikan  beberapa parameter lain yang juga  menentukan terjadinya perubahan tatanan global misalnya berapa lama masa pandemi ini, seberapa besar dampak yang ditimbulkan dan siapa yang dapat memanfaatkan situasi pandemi ini untuk melakukan perubahan baik dengan kepentingan politik maupun kepentingan ideologi.

            Mehdi Soltanzadeh dalam presentasinya “Factor Affecting a Society Lifespan, According to Ibn Khaldun” menyimpulkan faktor-faktor jatuhnya suatu peradaban menurut Bapak sosiolog Ibnu Khaldun yaitu (1) rusaknya moralitas penguasa, (2) penindasan penguasa dan ketidakadilan, (3) despotisme atau kezaliman, (4) orientasi kemewahan masyarakat, (5) egoisme, (6) opportunisme, (7) penarikan pajak secara berlebihan, (8) keikutsertaan penguasa dalam kegiatan ekonomi rakyat, (9) rendahnya komitmen terhadap agama dan (10) penggunaan penda dan pedang secara tidak tepat. Dari beberapa faktor yang disebutkan tersebut nyatanya tumbuh subur dalam sistem kapitalisme. Penguasaha yang senantiasa mencari untung dalam berbagai kebijakan yang pastinya menyebabkan ketidakadilan di berbagai lapisan masyarakat. Sumber pendapatan yang bertumpu pada pajak, sedangkan SDA diserahkan kepada kapitalis yang mampu membelinya. Hal ini jelas berangkat dari mindset hidup mencari materi atau manfaat sebanyak-banyaknya yang tak sesuai dengan tujuan penciptaan seorang manusia. Maka, keruntuhan sistem ini jelas sebuah keniscayaan dan waktu yang akan membuktikan.

Who’s The Next?

            Kemenangan diin ini adalah suatu kepastian. Allah SWT telah berfirman dalam Q.S an-nur ayat 55 yang artinya Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. Rasul pun telah memberikan kabar gembira (bisyarah) bahwa peradaban Islam yang gemilang akan kembali lagi. Kekhilafahan yang mendapat petunjuk dan berdasarkan metode kenabian dengan ijin Allah akan tegak kembali. Rasulullah SAW bersabda “Ditengah-tengah kalian berlangsung masa kenabian sesuai dengan yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya sesuai kehendak-Nya. Kemudian (akan) berlangsung masa ke-Khilafahan yang bersandar kepada manhaj Nabi sesuai dengan kehendak Allah, lalu Allah pun mengangkatnya sesuai dengan kehendak-Nya. Setelah itu muncul masapara penguasa yang menggigit (zalim) dan berlangsung sesuai dengan kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya sesuai dengan kehendak-Nya. Setelah itu datang lagi masa para penguasa diktator (yang bengis) dan berlangsung sesuai dengan kehendak Allah, lalu Allah pun mengangkatnya sesuai dengan kehendak-Nya. Kemudian, akan (muncul) masanya ke-Khilafahan (lagi) yang bersandar pada manhaj Nabi. Dan Rasulullah terdiam.” (Musnad Imam Ahmad no 17680).

            Carut-marutnya penanganan pandemi di sistem kapitalisme semakin menguatkan keyakinan kita kepada sistem shohih yang berasal dari Allah SWT. Meskipun ada juga negara yang berhasil menuntaskan pandemi di negerinya dengan menerapkan konsep lockdown, namun pasti berbeda dari mindset periayahan didalam Islam. Bahkan, tindakan tersebut memang harus dilakukan sebagai hasil bayaran mahal yang telah dikeluarkan oleh rakyat. Kita pun juga tak berharap pandemi ini terus-menerus terjadi di bumi ini. Namun, pandemi ini menguatkan pandangan keruntuhan sistem batil kapitalisme. Mengutip analogi yang disampaikan oleh Ust Ismail Yusanto diibaratkan dalam sebuah perlombaan lari antara seorang sprinter dengan yang bukan sprinter. Secara hitung-hitungan, kemenangan telak pasti diraih oleh sprinter tadi. Namun, apa yang terjadi jika sprinter pingsan ditengah jalan. Maka, peserta yang bukan sprinter meskipun dengan gerakkan yang pelan lama kelamaan pasti akan sampai digaris finish. Artinya, meskipun ummat hari ini dalam kondisi terpuruk, tertindas dsb, namun jika ummat terus bergerak melangkah, mendakwahkan islam, mengembalikan identitasnya sebagai seorang muslim yang wajib terikat dengan syariat secara kaffah. Maka, bii idznillah kebangkitan ummat akan terwujud meskipun kita tengah melawan rival yang memiliki segalanya hari ini.

            National Intelligence Council merilis sebuah laporan yang berjudul “Mapping the Global Future” yang memprediksi 4 skenario dunia di tahun 2020 yaitu Davod World, Pax Americana, A New Caliphate dan Cycle a Fear. Terlepas dari maksud apa di balik ditulisnya skenario ini, namun paling tidak kembalinya Khilafah Islamiyah termasuk hal yang diperhitungkan. Terlebih khilafah merupakan negara global yang dipimpin oleh seorang khalifah dengan asas ideologi Islam. Ideologi Islam sendiri mampu memecahkan permasalahan komprehensif ummat manusia. Apalagi, kini khilafah juga telah banyak menjadi perbincangan ditengah-tengah ummat. Sehingga, bagi pejuang syariah dan khilafah, yang perlu menjadi pertanyaan saat ini adalah, bagaimana kita mempersiapkan kebangkitan ummat tersebut?. Jawabnya ada 3 hal yang mesti dipersiapkan yaitu: pertama, sebagai pengemban dakwah islam, perindu kejayaan islam ini, kita mesti untuk menjaga kesehatan kita, meminimalisir peluang-peluang untuk tertularnya virus corona. Maka, kita pun semestinya menjalankan berbagai protokol pencegahan virus corona. karena, jika kesehatan tidak kita miliki maka aktivitas dakwahpun menjadi terhambat. Kedua, kesehatan saja tak cukup untuk menyiapkan kebangkitan ummat, namun orang yang sehat ini haruslah memiliki arah pemikiran dalam membangkitkan ummat. Pemikiran yang diemban harus shohih, kemudian metode kebangkitan yang ditempuhnya  pun juga mencontoh metode dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan yang terakhir, memaksimalkan ikhtiar untuk mewujudkan arah pemikiran tersebut diberbagai potensi yang ada. Tegaknya Islam itu ranah Allah, kapan dan dimananya, sedangkan tugas kita yaitu 3 hal diatas.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Yukk Berhijab"

Meluruskan Pemahaman Ajaran Islam Khilafah

Mendamba Pendidikan Gratis