Solusi Atasi Rasisme
Solusi Atasi Rasisme
Oleh : Yuni Auliana Putri, S.Si (Praktisi Pendidikan)
Tulisan telanh tayang pada kolom opini nusantaranews.net (http://www.nusantaranews.net/2020/06/solusi-atasi-rasisme.html)
Tagar #IcantBreathe sempat
meramaikan jagad twitter dan menjadi trending topic dunia. Tagar ini muncul
setelah kejadian seorang pria bernama George Floyd (46) mengeluh “Aku tidak
bisa bernapas” saat seorang polisi meletakkan kaki di lehernya. Kematian George
Floyd ditangan polisi berkulit putih inilah yang memicu aksi bentrokkan antara
polisi dan pemrotes di Minneapolis. Polisi menembakkan gas air mata dan pengunjuk rasa melemparkan batu
sekaligus menggambar berbagai grafiti di mobil polisi. Konflik antara polisi
dan warga berkulit hitam sering menjadi pembahasan di AS. Kecurigaan warga
kulit putih terhadap warga hitam masih
sering terjadi. Warga kulit hitam sering yang dicap sebagai pelaku kejahatan di
antaranya terlibat dalam jaringan peredaran narkoba dan kasus pencurian. Padahal
kejahatan tersebut juga dilakukan warga kulit putih.
Kasus-kasus rasial sebenarnya tak hanya terjadi baru-baru
ini saja. Diskriminasi maupun kejahatan yang diterima orang kulit hitam di
Amerika telah terjadi sejak berabad-abad lamanya bahkan bahkan disekitar abad
ke-20 muncul taktik baru untuk mengendalikan kehidupan kulit hitam dengan
hukuman mati tanpa pengadilan. Dikutip dari suara.com “Pejuang anti-hukuman
mati tanpa pengadilan, Ida B. Wells-Barnett mengungkapkan dalam ‘The Red
Record’ bahwa hukuman mati tanpa pengadilan terhadap orang kulit hitam Amerika
tida hanya direncakan sebelumnya tapi juga didukung penuh polisi setempat.”
Sebenarnya, isu-isu rasial memang sering
terjadi di Amerika bahkan di kala pandemi hari ini. Misalnya sentimen Anti-Asia
yang belakangan merebak. Serangan terhadap orang-orang Asia Timur bahkan
meningkat selama pandemi di AS (bbc.com/1 Juni 2020). Merekapun
mengalami kejadian yang tak mengenakkan seperti diludahi, dipukul dan
dikata-katai.
Paham rasisme ini menganggap perbedaan biologis yang
melekat pada ras manusia menentukkan pencapaian budaya atau individu, sehingga
ada ras yang dianggap superior dan berhak untuk mengatur ras lainnya. Dengan
begitu, paham ini menjadi faktor pendorong adanya diskriminasi maupun kekerasan
rasial sebagaimana fakta diatas.
Tindakan rasis yang lahir dari faham rasisme tidak hanya
dilakukan oleh individu. Namun juga secara sistematis sebagai buktinya ada hukuman
mati tanpa pengadilan sebagaimana fakta diatas. Bahkan sampai saat ini
kampanye-kampanye masih dilakukan oleh polisi, senator, calon presiden dan
wakil presiden masih menggunakan isu-isu rasisme maupun tindakan rasisme. Misalnya
juga ada pernyataan-pernyataan pejabat negara yang memicu provokasi di
masyarakat dengan menyebut virus Wuhan, virus China bahkan
menyebutnya Kung-flu yang mungkin menjadi salah satu sebab adanya
sentimen Anti-Asia di Amerika.
Rasisme, diskriminasi, xenofobia bahkan islamophobia
merupakan contoh-contoh penyakit yang menjamur ditengah-tengah masyarakat
demokrasi terlebih negara Amerika sebagai negara penganut demokrasi kapitalis
dan liberalisme maupun negara-negara penganut liberal lainnya. Rasisme pun
masih terus terjadi dan tidak bisa diatasi oleh pemerintah sekalipun pernah
dipimpin oleh Obama. Lantas, bagaimana kiranya paham rasisme ini dapat
dihentikan? Rasisme yang merupakan sebuah paham kemudian dianut oleh individu.
Sebagai pemahaman yang berawal dari
pemikiran dan diyakini oleh individu tersebut sebagai sesuatu yang benar
sehingga terlihat dari perilakunya. Rasisme adalah sebuah pemahaman yang batil.
Pemahaman yang menganggap perbedaan biologis (ras) penentu pencapaian tertentu
atau mengganggap lebih dibanding ras lainnya. Hal itu adalah sesuatu yang
keliru. Perbedaan biologis adalah suatu yang alami di dunia ini. Kita pun tak
dapat memilih untuk dilahirkan memiliki kulit putih, coklat ataupun hitam.
Karena itu adalah sesuatu yang telah ditetapkan oleh Pencipta. Menganggapnya
sebagai sesuatu yang bisa dijadikan alasan untu bertindak merendahkan dsb
adalah suatu yang tak mencerminkan kemanusiaan. Tak semsetinya suatu pencapaian
dikaitkan dengan perbedaan biologis. Namun, masih saja pendapat ini menjamur
ditengah-tengah masyarakat demokrasi karena adanya asas kebebasan-kebebasan
yang menjadi landasan dalam demokrasi. Maka, bukankah ini menjadi suatu yang
wajar?.
Perbedaan biologis seharusnya dijadikan sebagai sesuatu
yang biasa dan semestinya disyukuri karena pemberiaan dari Pencipta. Pencapaian
individu bukan dilihat dari warna kulit atau tinggi pendek tubuh atau penilaian
tubuh lainnya. Apalagi jika kita sebagai seorang muslim, Allah SWT telah
menyampaikan dalam Al-Qur’an yang terbaik dihadapannya adalah orang yang paling
bertakwa. Orang yang menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya yang
mendapatkan penilaian terbaik. Karena ketika dia menjalankan perintah Allah dia
pasti akan bersikap baik kepada orang lain. Sebagaimana dahulu di masa
Rasulullah SAW, sahabat Bilal bin Rabbah yang bertakwa kepada Allah meskipun
beliau seorang bekas budak dan berkulit hitam. Hingga Rasulullah saw pun
menyampaikan bahwa beliau mendengar terompah bilal di syurga karena amalannya.
Namun, pemahaman seorang individu saja tak mampu jika
secara sistemik masih mengamini demokrasi dan sistem kapitalisme. Butuh sistem
yang menjadikan takwa kepada Allah SWT
sebagai landasan dalam bernegara, bermasyarakat maaupun digunakan oleh individu
untuk menghilangkan segala jenis diskriminasi maupun rasisme. Jelas itulah
sistem Islam yang Agung, berasal dari Pencipta Manusia dan Alam Semesta. Islam
pun telah menggariskan sebuah sistem kepemimpinan negara bernama Khilafah yang
akan menerapkan syariah-Nya secara sempurna.
Komentar
Posting Komentar